Pertanian masih menjadi mata pencaharian terbesar rakyat Indonesia, namun jumlah petani terus mengalami penurunan. Serapan tenaga kerja untuk sektor ini turun tajam dari 55,3% menjadi 31% pada periode yang sama sejak tahun 1990-2018 (sumber : cnbcindonesia). Sumbangan sektor pertanian terhadap PDB Indonesia juga masih kalah dengan sektor industri. Hal itu menunjukkan bahwa sektor industri lebih menarik dibandingkan dengan pertanian. Maka sangat masuk akal jika pemuda saat ini lebih banyak menjadi buruh pabrik.
Perhatian pemerintah terhadap pertanian yang dilakukan oleh kementerian pertanian sebenarnya sudah cukup baik semenjak tahun 2005 dengan adanya program rekrutmen THL-TBPP, program PUAP serta adanya kredit KKPE.
Selama ini sering dikeluhkan tentang kesulitan permodalan pertanian dan rendahnya inovasi petani. Namun dengan adanya dana PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis perdesaan) yang dikucurkan oleh kementerian Pertanian langsung ke Desa seharusnya mampu memberikan kemudahan permodalan. Disamping itu para petani juga diberikan akses untuk mendapatkan kredit lunak KKPE (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi) dengan kemudahan serta nilai angsuran yang sangat ringan. Untuk meningkatkan inovasi usaha tani serta mengatasi permasalahan teknis pertanian, kementerian pertanian merekrut tenaga penyuluh pertanian THL-TBPP yang diterjunkan ke pelosok Desa.
Beberapa program yang telah dilakukan memang masih belum sempurna dan kurang dari nilai ideal. Namun setidaknya hal itu seharusnya mampu meningkatkan daya saing sektor pertanian yang kemudian akan menambah ketertarikan kaum muda untuk mau terjun bertani. Akan tetapi ternyata data berbicara lain. Lalu apa masalahnya ?
Paling tidak terdapat dua pandangan tentang pertanian yang menyebabkan menurunkan minat kaum muda terhadap sektor ini. Yang pertama adalah kepastian mendapatkan penghasilan. Pertanian dilihat sebagai bidang yang penuh dengan ketidakpastian. Banyak sekali faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan petani. Harga komoditas pertanian yang sering mengalami fluktuasi serta faktor alam terutama cuaca yang tidak mudah diprediksi. Berikutnya adalah harapan status sebuah pekerjaan. Walaupun pada kenyataannya pemuda yang bekerja menjadi buruh di pabrik mengalami kesulitan untuk menaikkan status dirinya, namun bekerja di pabrik dianggap lebih punya nilai apalagi jika sudah mendapatkan status sebagai pegawai tetap.
Jika trend seperti ini terus berlangsung, bisa dipastikan kedepan Indonesia akan kehilangan pekerja muda potensial yang mau mengolah bumi nusantara. Tentu akan sangat berbahaya ketika hal itu terjadi, sebab lambat laun akan berpengaruh terhadap hasil pertanian pangan. Walaupun di tahun 2006 Indonesia kembali meraih swasembada beras yang sebelumnya pernah didapatkan pada tahun 1987 (sumber : BPS).
Kementerian pertanian RI sebenarnya telah memulai langkah benar dengan melakukan rekrutmen THL-TBPP dan ditempatkan di seluruh kecamatan di Indonesia. Namun nampaknya program itu harus dikembangkan lagi terutama oleh pemerintah daerah. Sebab jumlah penyuluh pertanian masih kurang, Seharusnya di satu desa terdapat minimal satu penyuluh pertanian yang fokus di desa setempat.
Selanjutnya setiap desa harus mempunyai lahan percontohan yang dibiayai oleh negara. Program inipun sebenarnya juga sudah dilaksanakan dengan adanya Sekolah Lapang – Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). Akan tetapi karena hanya berlangsung dalam hitungan bulan sesuai masa tanam hingga panen maka sangat kurang untuk menjadi media pembelajaran bagi petani. Permasalahan yang ada karena penyuluh pertanian harus mengampu banyak desa, sehingga tidak cukup waktu untuk memaksimalkan program SL-PTT.
Lahan percontohan semacam SL-PTT juga seharusnya mampu melibatkan potensi anak muda di desa. Sehingga tujuan dari program ini bukan sekedar untuk memberikan contoh bagi petani penggarap, namun juga agar terwujud kaderisasi pertanian di Indonesia. Jika perlu pemerintah memberikan insentif bagi para pemuda yang mau terjun ke pertanian.
Generasi muda membutuhkan motivasi dan keyakinan tentang prospek pertanian. Langkah terbaik adalah melibatkan mereka secara langsung. Usaha ini harus dilakukan secara terencana dan serius. Masa depan bangsa ini akan bertumpu pada upaya-upaya yang dilakukan sekarang. Sebab negara manapun yang mampu menguasai pangan akan dengan mudah menguasai dunia. Kita tidak akan menjadi negara ambisius dan tamak dengan ingin menguasai dunia, akan tetapi jangan biarkan negara lain menguasai Indonesia melalui pangan. Inilah yang menjadikan alasan bagi kami mendirikan Sekolah Tani Masyarakat.
Oleh : Muhamad Anantiyo Widodo / Founder Sekolah Tani Masyarakat / Ketua Forum Desa Berdaya Jawa Tengah / Relawan Inspirasi Rumah Zakat / Lihat Profil